Pentingnya Pemeriksaan Mata Anak
Mendeteksi masalah penglihatan baik ringan atau berat sangat penting untuk memastikan anak-anak bisa menerima pelajaran dengan baik. Jangan sampai nilai si kecil di sekolah jeblok hanya gara-gara tidak bisa melihat materi pelajaran di buku atau di papan tulis. Di negara maju seperti Amerika Serikat, atas rekomendasi American Optometric Association setiap anak yang ingin bersekolah wajib melakukan pemeriksaan mata. Berikut penjelasan mengapa masalah kesehatan mata penting bagi anak.
Kenapa pemeriksaan mata sangat penting?
Saat masuk sekolah anak-anak
harus siap segalanya termasuk kesehatan mata. Bisa jadi penglihatan anak Anda
dirasa baik-baik saja. Tapi perlu diingat anak-anak mengalami pertumbuhan.
Apakah penglihatannya tetap? Belum tentu. Penglihatan anak terus berkembang
sejak si anak lahir. Fokus dan gerakan mata anak terus tumbuh selama 6 bulan
pertama. Pemeriksan mata wajib dilakukan pada usia 3 tahun. Nah, saat anak
mulai masuk usia sekolah pemeriksaan mata sangat vital untuk mengetahui apakah
mereka bisa melihat dengan jelas atau tidak. Ingat, gejala penglihatan pada
anak sangat halus bahkan hampir tidak terdeteksi. Biasanya tidak sampai usia
sekolah gejala penglihatan sudah bisa terlihat.
Kemana harus memeriksakan mata?
Pemeriksaan mata bisa dilakukan
di dokter anak, puskesmas, atau di sekolah tempat si anak belajar. Fakta
menunjukkan, anak yang rutin memeriksa mata biasanya tidak punya masalah serius
pada penglihatan. Jika ada masalah penglihatan pada anak di bawah usia 5 tahun
segera bawa ke dokter spesialis mata. Orang tua perlu selalu diingatkan untuk
melakukan pemeriksaan rutin mata sebelum si anak masuk sekolah.
Anak saya belum bisa melihat objek berjarak 6 meter
Penglihatan berubah secara
berkala karena tubuh anak-anak beradaptasi. Anak mungkin punya penglihatan yang
normal tapi jarak pandangnya belum sampai 6 meter saat masuk taman kanak-kanak
(TK). Penglihatan si buah hati baru akurat saat usianya 5 tahun. Jarak pandang
anak TK baru sekitar 3 sampai 4 meter. setelah ia kelas 1 SD penglihatannya
baru akan sekitar 6 meter. Yang terpenting buat anak TK, ia bisa bergaul dan
menerima pelajaran dengan baik sesuai dengan usianya.
Apa itu pemeriksaan mata menggunakan tumbling E?
Orang dewasa menggunakan tes mata
bervariasi, Sementera anak-anak biasanya menggunakan tes mata yang disebut
tumbling E, dimana huruf E berada paling atas dan dicetak besar. Tes mata ini
digunakan karena anak-anak biasanya belum bisa membaca. Tes ini tidak membuat
si anak bingung dan huruf-huruf yang digunakan disusun teratur. Tes kesehatan
anak yang lengkap mencakup tes kesehatan mata, dimana tes mata menggunakan tes
tubling E. Hasil tes akan menilai apakah mata si anak bekerja dengan baik dan
bisa melihat dengan jelas.
Apa itu Amblyopia?
Amblyopia (penyebab kehilangan penglihatan
pada anak) atau lebih dikenal dengan dengan lazy eye terjadi karena saat satu
mata tidak berkembang dengan baik. Karena sebelah matanya berkembang terlalu
pesat, mata yang satunya mungkin tidak berkembang hingga terjadi Amblyopia.
Kehilangan penglihatan secara permanen mungkin terjadi karena otak si anak
beradaptasi dengan mata yang tidak berkembang. Kondisi ini biasa terjadi pada
anak usia 3 sampai 6 tahun. Jika ada masalah penglihatan pada anak segera
pakaikan kacamata. Menurut Dr. Hsueh, jika Amblyopia ditangani pada usia 5 -6
tahun maka kebutaan tidak akan terjadi.
Bagaimana memastikan penglihatan anak saya sehat?
Sama seperti orang dewasa,
anak-anak juga perlu penglihatan yang sempurna. Buat anak cukup jaga makanannya
dan pastikan waktu tidurnya tercukupi. Dengan kesehatan yang sempurna anak-anak
tidak akan terganggu penglihatannya. “Jika anak kurang sehat mereka akan susah
untuk konsentrasi, sering merasa pusing dan mungkin penglihatannya akan
terganggu. Mata dikendalikan oleh otot yang membutuhkan istirahat dan nutrisi
yang cukup,” kata Dr. Gable.
Sumber : http://parentsindonesia.com/article.php?type=article&cat=kids&id=540
Perhatikan Kesehatan Mata Anak Sekolah
“Bunda, kalau di sekolah,
sekarang aku lebih suka duduk di depan.”
Mendengar perkataan ini boleh jadi
orangtua akan merasa bangga dengan kebiasaan baru anaknya. Duduk di barisan
bangku terdepan identik dengan anak yang rajin dan antusiasme belajar tinggi,
tentunya ini kabar baik bagi orangtua. Akan tetapi, bisa saja kebiasaan baik
itu terjadi karena penglihatan si anak mulai terganggu.
Gangguan fungsi penglihatan merupakan
masalah kesehatan yang serius. Mengapa? Karena terganggunya proses melihat
dapat menurunkan produktivitas dan kualitas hidup seseorang. Bahkan, setiap
tahunnya badan kesehatan dunia (WHO) memperingati hari penglihatan sedunia yang
jatuh pada hari kamis minggu kedua bulan Oktober.
Tidak hanya pada
orang dewasa, gangguan melihat juga dapat terjadi pada anak-anak, khususnya
anak usia sekolah dasar. Mereka seringkali tidak menyadari bahkan
mengabaikannya. Oleh karena itu, diperlukan peranan aktif dari petugas
kesehatan, orangtua, guru, dan teman sebaya untuk screening
awal terhadap kemampuan penglihatan.
Kebutaan Indonesia Tinggi
Sejak tahun 1996,
persentase penderita kebutaan di Indonesia masih berada pada angka 1,5%. Ini
merupakan angka kebutaan terbesar di wilayah Asia Tenggara, sebanding dengan
negara di sub-sahara Afrika. Kebutaan disebabkan oleh berbagai
kelainan/penyakit pada mata, antara lain katarak (baik sejak lahir, proses
penyakit, atau penuaan), glaukoma, kelainan refraksi, dan gangguan metabolik
seperti kencing manis dan tekanan darah tinggi. Padahal, 80% kasus kebutaan
bisa dicegah.
Penyebab tersering kebutaan adalah
katarak, kebutaan pada anak, dan gangguan refraksi (WHO, 2011). Di Indonesia,
dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun), 10% mengalami gangguan akibat
kelainan refraksi. Angka pemakaian kacamata koreksi pun masih rendah, yaitu
12,5%.
Tentu ini menarik untuk diperhatikan.
Apabila tidak ditangani secara sungguh-sungguh, hal tersebut bisa berpengaruh
pada perkembangan kecerdasan anak. Proses belajar anak yang terhambat dapat
mempengaruhi mutu/kualitas, kreativitas, dan produktivitas pada usia produktif
kelak (15-64 tahun).
Oleh karena itu, masalah penglihatan
tak semata menjadi tanggung jawab pelayanan kesehatan, tetapi juga pemerintah
dan masyarakat secara umum. Orangtua misalnya, perlu memperhatikan apakah
anaknya menunjukkan gejala penurunan tajam penglihatan. Contohnya gejala
tersebut di antaranya menonton televisi dengan jarak dekat, anak kesulitan
membedakan warna, memicingkan mata bila melihat sesuatu, atau pandangan mata
tidak lurus kedepan.
Libatkan Dokter Kecil
Setiap tahun, terutama setelah masa
penerimaan siswa baru, petugas dari Pusat Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
biasanya mengadakan program kesehatan anak sekolah bagi siswa baru, baik untuk
tingkat SD, SMP, maupun SMA. Tujuannya untuk menemukan anak yang gizinya kurang
baik, anemia, atau dengan gangguan penglihatan. Namun karena bukan termasuk
dalam program wajib, tidak semua Puskesmas memiliki program tersebut.
Screening (pemeriksaaan) awal
terhadap kemampuan penglihatan dapat dilakukan dengan sederhana. Cukup dengan
membaca kartu Snellen yang berjarak 6 meter, seseorang dapat diketahui ada
tidaknya gangguan penglihatan. Tajam penglihatan optimal (6/6) menunjukkan
bahwa anak dapat melihat huruf pada kartu Snellen yang berjarak 6 meter, yang
juga dapat dibaca oleh anak dengan penglihatan normal. Jika ada murid dengan
tajam penglihatan tidak 6/6, ia harus segera dilaporkan serta dirujuk ke
Puskesmas atau dokter ahli mata.
[Snellen Chart: http://en.wikipedia.org/wiki/Snellen_chart]
Penyebab paling umum gangguan mata
pada anak usia sekolah di antaranya mata silindris (astigmatisme), miopi, dan
mata malas (ambliopi). Masyarakat Indonesia cenderung memiliki kelainan
refraksi karena adanya faktor genetis. Idealnya, pemeriksaan penglihatan
dilakukan setiap 6 bulan.
Karena prosesnya sederhana, dokter
kecil dapat dilibatkan dalam proses penjaringan kasus. Siswa yang menjadi
dokter kecil dituntut untuk lebih peduli terhadap teman sebayanya. Misalnya
dengan memperhatikan adakah temannya yang memiliki kebiasaan-kebiasaan orang
dengan penurunan fungsi penglihatan. Selain itu, mereka pun dapat dilibatkan
dalam pemeriksaan dengan kartu snellen. Harapannya, deteksi anak dengan
gangguan penglihatan dapat lebih cepat dan ditangani dengan baik.
Penulis:
Almahira Az-Zahra, Dokter, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.
Kontak: http://mylearningissue.wordpress.com
Almahira Az-Zahra, Dokter, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.
Kontak: http://mylearningissue.wordpress.com
Catatan:
Tulisan ini pernah dimuat di Rubrik Kampus, Harian Pikiran Rakyat, Oktober 2012. Dituliskan ulang di majalah 1000guru dengan izin penulis disertai beberapa perubahan kalimat dan penambahan gambar.
Tulisan ini pernah dimuat di Rubrik Kampus, Harian Pikiran Rakyat, Oktober 2012. Dituliskan ulang di majalah 1000guru dengan izin penulis disertai beberapa perubahan kalimat dan penambahan gambar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar